Oleh: Akbar Zainudin*
Tahun ini adalah tahun bersejarah bagi Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) dan Ikatan Keluarga Pondok Modern Gontor (IKPM). Pandemi Covid-19 mengubah banyak proses dan aturan yang biasa dijalankan. PMDG memang terkenal dengan bangunan sistem yang kuat, bahkan hingga sistem terkecil. Perpulangan santri sudah dibuat sistem yang diperbaharui dari waktu ke waktu.
Tahun ini memang spesial. Bersamaan dengan pandemi Covid-19, aturan perpulangan santri menjadi krusial. Terlebih karena beberapa daerah sudah menerapkan aturan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), yang melarang orang berkumpul lebih dari 5 orang.
Karena itulah, tahun ini, tidak hanya izin berkumpul yang harus dilewati, tetapi juga izin dari Gugus Tugas Covid-19, dalam hal ini Gubernur dan Bupati/Walikota. Di sinilah mulai IKPM berperan. Berkordinasi dengan pembimbing konsulat, pengurus IKPM di berbagai cabang mulai bergerak mengurus perizinan dan menyiapkan tempat transit untuk perpulangan. Alhamdulillah, dengan berbagai tantangan yang ada, proses perpulangan bersama konsulat dan IKPM itu berjalan dengan lancar.
Maklumat Pimpinan Pondok Modern Gontor keluar tanggal 7 Syawwal 1441 H. tentang proses perpulangan kembali ke Pondok. Isinya jelas; para santri dan CALON PELAJAR yang akan kembali ke Pondok harus bersama rombongan konsulat masing-masing ataupun bersama rombongan IKPM.
Maklumat itu adalah sebuah amanah dari Pimpinan Pondok. Maka pengurus IKPM Cabang di berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri bergerak. Tujuannya satu: bagaimana mengantar para santri dan calon pelajar bisa berangkat kembali ke Gontor.
Pada masa normal, tidak ada masalah dengan perpulangan bersama ini. Namun, di tengah pandemi covid-19 yang menjadi wabah dan sorotan nasional, perpulangan santri ke Gontor ini menjadi sorotan nasional, karena harus mematuhi berbagai protokol kesehatan dalam masa yang disebut sebagai “New Normal“. Gontor menjadi sorotan, terutama karena melibatkan jumlah santri yang sangat besar, sekitar 25.000 santri, ditambah dengan calon pelajar.
Beberapa aturan yang menjadi tantangan besar bagi pengurus IKPM Cabang di berbagai daerah, di antaranya:
PERTAMA, larangan mudik untuk daerah Jakarta dan sekitarnya. Di mana keluar masuk Jakarta harus menggunakan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) yang sangat ketat. Hal ini berlaku bukan hanya untuk para santri dan calon santri di daerah Jakarta dan sekitarnya, tetapi juga untuk para santri dan calon santri dari Sumatera yang berombongan menggunakan perjalanan darat menggunakan bis.
KEDUA, persyaratan penerbangan untuk para santri dan calon santri dari luar Jawa. Persyaratan penerbangan adalah rapid test yang berlaku 3 hari ataupun SWAB/PCR yang berlaku 7 hari. Bahkan, di beberapa daerah, yang berlaku adalah test PCR/SWAB yang harganya sekitar 1,5 hingga 2,5 juta, bahkan lebih mahal dari harga pesawat.
KETIGA, dan inilah yang membuat heboh, adanya check point di berbagai perbatasan yang mengharuskan pelintas jalan membawa rapid test. Check point ini adanya di daerah Ngawi yang diperkuat dengan edaran Bupati Ngawi yang mengharuskan para pendatang membawa hasil Rapid Test. Aturan membawa hasil rapid test ini dijalankan dengan sangat ketat, di mana pengendara yang tidak membawa hasil rapid test tidak diperbolehkan melintas ataupun bisa langsung melakukan rapid test di tempat.
Betapapun kesulitan menghadang, santri Gontor tidak pernah diajarkan untuk menyerah. Memang ada persyaratan tidak mudah yang harus dilengkapi, tetapi itu masih memungkinkan selama pengurus IKPM mau bekerja keras.
Maka kita melihat sebuah pergerakan hebat dari sekitar 100an IKPM Cabang di seluruh Indonesia untuk membantu adik-adiknya berangkat kembali ke Gontor. Mereka mendatangi Bupati, Walikota, hingga Gubernur agar bisa memfasilitasi para santri ini kembali ke Gontor.
Alhamdulillah, berkat perjuangan hebat dan kerja keras dari pengurus IKPM Cabang berbagai daerah ini, respons Kepala Daerah sebagai Ketua Gugus Covid-19 sangat positif. Mereka memberikan izin khusus perpulangan para santri ini, tentu dengan persyaratan protokol kesehatan yang sudah ditentukan.
Maka seminggu sebelum perpulangan pertama tanggal 16 Juni 2020, gelombang pelaksanaan rapid test massal santri Gontor di berbagai daerah dilakukan. Mendekati tanggal 22 Juni 2020, batas akhir kedatangan ke Gontor, gelombang rapid test di berbagai daerah ini semakin gencar dilakukan, terutama di luar Jawa, karena memang masa berlaku Rapid Test ini hanya 3 hari untuk persyaratan perjalanan. Sangat menarik, karena ternyata beberapa kepala daerah menggratiskan Rapid Test ini bagi para santri Gontor. Semuanya untuk satu tujuan; memberangkatkan santri Gontor kembali ke pesantren.
Puncaknya adalah pemberangkatan para Calon Pelajar (CAPEL) ke Gontor, mendampingi mereka pada persiapan belajar mengajar, hingga mendampingi mereka pada saat kelulusan. Tentu sebuah pekerjaan yang tidak mudah, karena harus menjadi orang tua, bahkan di saat para kakak-kakak pembimbing itu banyak yang belum menikah. Tercatat 98 IKPM Cabang di Indonesia dan 2 IKPM Luar Negeri (Malaysia dan Thaliand) mengantarkan CAPELnya ke Gontor.
Yang mengharukan tentu pada saat pengumuman kelulusan para capel ini. Kalau yang lulus di Gontor, bisa langsung ke kampus masing-masing. Namun bagi yang belum berkesempatan lulus, kakak-kakak ini harus membantu menentukan masa depan mereka. Apakah melanjutkan ke pondok-pondok alumni, atau pulang ke rumah.
Namun alhamdulillah, berkat pertolongan Allah SWT, semuanya berjalan dengan baik. Saya jadi ingat apa yang dikatakan Ustadz Rif’at Husnul Ma’aafi, salah satu Ketua PP IKPM pada sebuah kesempatan: “Pada saat masuk Gontor, kalimatnya adalah: “Ke Gontor Apa Yang Kau Cari”? Pada saat di Gontor, kalimatnya menjadi: “Ke Gontor Apa Yang Kau Dapatkan?”, dan pada saat keluar Gontor, kalimatnya menjadi “Ke Gontor Apa Yang Kau Beri?”.
Ajaran Gontor adalah untuk memberi, to give. Dalam berbagai kesempatan, K.H. Hasan Abdullah Sahal selalu berpesan: “Kami mendidik kader untuk selalu to give, to give, to give, and to give. Not to take. Always to give“. Sebuah filsafat hidup yang sangat tinggi yang mengajari bukan hanya para santri, tetapi juga alumninya untuk selalu memberi.
Kiai Hasan juga berpesan kepada para alumni Gontor, dalam buku ‘Allamatni al-Hayat II sudah saatnya alumni PMDG:
1. Menjadi sumber yang memberi untuk bangsa.
2. Menjadi sumber berita, bukan obyek berita orang luar.
3. Meneruskan sikap mental untuk saling mendukung.
4. Segera mencairkan masalah kalau ada.
5. Berada di aneka pintu/medan pembinaan.
Begitulah santri Gontor dididik. Bahkan bagi kami para alumni, penugasan untuk membantu adik-adik pulang dan kembali ke Gontor adalah salah satu cara pimpinan PMDG mendidik kami. Karena itu, setelah keluar maklumat pimpinan pondok, para alumni PMDG di seluruh Indonesia bergerak, sami’na wa atha’na. Begitulah pondok, mendidik bahkan setelah selesai nyantri di Gontor.
Mudah-mudahan Allah selalu menjaga pondok kita, ibu kandung kita, yang mendidik kita, hingga sekarang; GONTOR. Mudah-mudahan Allah selalu memberi kesehatan dan keberkahan kepada pimpinan pondok dan keluarga besar Pondok Modern Gontor.
28 Juni 2020
*Alumni Gontor 1991, Sekjen IKPM Jakarta, Penulis Buku Man Jadda Wajada.
Saya salah satu orang tua santriwati baru PMDG merasa bangga kepada IKPM,sekaligus mengucapkan “Matursuwun Sanget” atas bantuan dan pendampingannya kepada anak kami,
Semoga Allah SWT selalu memudahkan kita semua dalam menjalankan amal kebaikan.