21 November 2024

Rembang — Bagian Keputrian IKPM Gontor Cabang Kars. Pati mengadakan Dialog dan Silaturrahim dengan KH. Dr. Ahmad Hidayatullah Zarkasyi, MA. di Raflesia Ballroom, Fave Hotel, Rembang, Ahad (19/1/2020). Acara dibuka umum sehingga yang hadir meski didominasi oleh alumni, juga ada beberapa tamu umum seperti wali santri dan orang tua alumni. Kurang lebih 170-an peserta mengikuti acara ini.

Acara ini merupakan bagian dari silaturrahim triwulanan Bagian Keputrian IKPM Kars. Pati yang sudah berjalan rutin selama kurang lebih dua tahun. Pada kali ini dilaksanakan dengan format yang sedikit berbeda dengan menghadirkan Dr. KH Hidayatullah Zarkasyi, MA, sekaligus memberi kesempatan bagi alumni (putri terutama), untuk bertatap muka dan berdialog langsung dengan beliau, sehingga acara dibuka untuk umum.

Selain itu, acara ini bertujuan untuk memperkuat silaturrahim di antara alumni lintas marhalah, supaya saling mengenal satu sama lain antara alumni senior dan junior, sekaligus mengikis sekat sentimen senior-junior. Dari relasi yang cair ini diharapkan terbangun dan terjalin kenyamanan antara sesama alumni sehingga dapat membuka kesempatan untuk saling berbagi dalam berbagai bidang dan dapat membuka peluang kerjasama dan kolaborasi antarsesama alumni.

Acara silaturrahim dipandu oleh MC, Ustadzah Mahmudah dan Ustadzah Zahrotun Nafisah, dan dibuka dengan Pembacaan Kalam Ilahi oleh Ustadzah Siti Muallimah, kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan lagu Oh Pondokku.

Sambutan dari koordinator pelaksana acara diwakili oleh Ustadzah Eka Juwita (alumni Gontor Putri 1998) dan sambutan dari Ketua IKPM Kars. Pati diwakili oleh Koordinator Wilayah Rembang Ustadz Mukhlis yang menyampaikan apresiasinya atas terlaksananya acara ini yang dalam konsep dan prosesnya sama sekali tidak melibatkan IKPM putra, meski tetap berkoordinasi dan berkomunikasi dalam setiap persiapan dan lain-lainnya.

Setelah pemutaran video pendek dokumentasi kegiatan-kegiatan triwulanan Keputrian IKPM Kars. Pati, acara lalu diserahkan ke moderator yang dipandu oleh Ustadzah Kamilia Hamidah (Alumni Gontor Putri 1997). Selanjutnya, langsung ke acara inti, Ustadz Hidayatullah Zarkasyi mengisi materi selama kurang lebih 25 menit dan dilanjutkan dengan dua sesi tanya jawab, sesi pertama tiga termin pertanyaan dan sesi kedua empat termin pertanyaan.

Ustadz Hidayatullah menyampaikan proses berdirinya Gontor Putri yang merupakan prototipe Gontor Putra. Kemudian beliau merujuk pada cita-cita pendiri Gontor (Trimurti) jika santri dididik sebagai pejuang di mana kala itu konteksnya masa penjajahan. Sehingga kemudian ‘berjuang’ ini dikontekstualisasikan menjadi berjuang dengan ilmu dan amal dalam berbagai bentuk perjuangan. Gontor Putri konteksnya berbeda dengan putra, sehingga pada masa-masa awal senantiasa melakukan penyesuaian-penyesuaian Gontor Putra dalam konteks Putri.

Konteks Gontor Putri, lanjut beliau, pendidikan diharapkan mampu menjadikan alumni Gontor Putri menjadi ratu, bu nyai, palang bagi keluarga dalam membangun keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah, menjadi muslimah yang mampu mewarnai keluarganya, sebagai co-pilot pasangannya.

Ustadz Hidayatullah menerangkan, kenapa ibu (perempuan)? Karena ibu, naluri perempuan umumnya lebih perasa dan lebih berempati. Seorang pejabat jika mau menjabat pada jabatan penting pasti akan minta restu ibunya, jika ibunya berkarakter baik, pasti akan berpesan pada putranya supaya jangan menzalimi orang lain, harta yang didapat, jangan sampai hasil dari cara-cara yang tidak baik. Karena biasanya pesan dari ibulah yang lebih didengarkan dan lebih menyentuh. Sehingga dari sinilah diharapkan alumni-alumni Gontor Putri mampu mencetak keturunan generasi-generasi yang berkarakter mulia.

Dalam konteks perubahan sosial yang berkaitan dengan kultur 4.0, Ustadz Hidayatullah menekankan bahwa tujuan utama perjuangan itu adalah selamat dunia akhirat. Al-Qur’an, norma utamanya adalah prinsip tawazun (keseimbangan) dan kehati-hatian. Dalam konteks pertama, (1) beliau menekankan keseimbangan dalam ranah dunia dan akhirat, (2) dalam mendidik (ada saatnya perlu ada sedikit paksaan) misalnya dalam konteks Gontor Putra pada kasus pelanggaran santri diberi hukuman misalnya digundul, dalam konteks Gontor Putri dengan menggunakan kerudung belang, (3) keseimbangan antara berkarir sosial dan keluarga. Sementara dalam norma kehati-hatian, untuk senantiasa berhati-hati dalam segala tindakan jika terkait pada hal-hal yang belum jelas.

Hal menarik dalam respon atas pertanyaan dari Ukhti Nabila (alumni 2017) yang mengutarakan kegelisahannya tentang tarik-menarik idealisme dan meminta saran bagaimana supaya tidak terjerumus pada ideologi yang salah. Ustadz Hidayatullah menyatakan untuk senantiasa berhati-hati jika dalam suatu kelompok mewajibkan bai’at, supaya jangan dulu dan untuk bertanya ke Gontor atau ustadz/ustadzah senior terdekat yang ada di IKPM konsulat.

Ustadz Hidayatullah menekankan alumni untuk berjuang kembali ke habitatnya masing-masing dan menjadi perekat ummat. Jika habitatnya NU maka jadilah NU yang tidak memusuhi Muhammadiyah, begitu juga sebaliknya jika habitatnya Muhammadiyah jadilah Muhammadiyah yang tidak memusuhi NU.

Seusai dialog, moderator lalu menutup dengan catatan singkat dari isi ceramah beliau.

Pesan terakhir beliau sebelum acara ditutup dengan doa adalah ‘jangan lupa mengajar’. Apapun tugasmu jangan lupa mencetak pejuang yang bermental Gontor (mental pejuang). 1000 Gontor artinya adalah seribu tempat mencetak kader pejuang seperti Gontor. Setelah pembacaan doa, acara lalu dilanjutkan dengan sesi foto bersama IKPM Putra, IKPM Putri, tim panitia acara dan foto per marhalah.

Acara kemudian dilanjutkan dengan ramah-tamah jamuan siang di resto Rumah Prahu, disertai dengan obrolan ringan bersama Ustadz Hidayat dan Ustadzah Nihayah.

(Kamilia Hamidah/Mujib Abdurrahman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *